Poso,Buletinsulawesi.com-Front Aksi Rano Poso (FARP) telah melakukan pertemuan dengan DPRD Poso menyampaikan sikap penolakan terhadap rencana renovasi jembatan tua Pamona di Tentena, kabupaten Poso yang akan dilaksanakan oleh PT Poso Energy. Sikap partai-partai dilembaga perwakilan itu terbelah antara yang mendukung penolakan dan yang mendukung renovasi.
Dua fraksi yakni Nasdem dan Demokrat secara tegas meminta dilakukan moratorium terhadap segala aktifitas perusahaan terkait proyek Poso River Improvement di kawasan danau Poso sampai ada audit lingkungan terhadap perusahaan.
Anggota DPRD dari kedua partai ini menandatangani pernyataan penolakan terhadap rencana pengerukan sungai Poso itu.
Anggota DPRD dari fraksi Demokrat, Iskandar Lamuka mengatakan, pasti ada skenario besar dibalik rencana renovasi jembatan Pamona
Sementara fraksi PDIP lewat ketuanya, Fredrik Torunde mengatakan, baru akan bersikap setelah melihat dokumen kerjasama antara pemda Poso dan PT Poso Energy. Namun meski demikian, anggota DPRD dari PDIP lainnya tetap menandatangani dokumen yang disodorkan oleh FARP.
Sikap tidak setuju dengan penolakan juga dilakukan politisi partai Golkar, syarifudin Odjobolo.
Dalam rapat yang berlangsung satu jam itu, tidak satupun anggota partai Golkar yang menandatangani pernyataan penolakan.
Rapat dengar pendapat terkait rencana renovasi jembatan Pamona ini juga mengungkapkan betapa lemah posisi pemerintah terhadap perusahaan milik keluarga wakil presiden Jusuf Kalla itu.
Ketua DPRD Poso, Ellen E Pelealu mengatakan, sampai saat ini lembaganya belum pernah mengetahui isi MOU antara pemda Poso dengan PT Poso Energy.
“Apakah ada kontrak antara pemerintah dengan perusahaan itu. Kita tidak tahu sampai sekarang. Kalau tidak ada, secara hukum pemda sangat lemah karena tidak ada perjanjian yang mengikat perusahaan,”kata Hidayat Bungasawa, anggota fraksi Gerindra.
Beberapa daerah di Indonesia yang wilayahnya dikelola perusahaan meminta pembagian saham, misalnya pemda Kaltim mendapatkan 10 persen saham blok Mahakam, pemda Papua mendapat 10 persen saham PT Freepot dan pemkab Banyuwangi meminta jatah 20 persen saham perusahaan tambang yang masuk diwilayahnya.
Sikap para kepala daerah seperti ini menurut Hidayat harusnya dimiliki pemimpin Poso pada saat perusahaan ini masuk ke kabupaten Poso.
Sejak dibangun pada awal 2005, hingga saat ini, anggota DPRD Poso tidak mengetahui apakah ada perjanjian atau MOU antara pemda dengan pihak perusahaan. Situasi inilah yang dinilai menunjukkan betapa lemah posisi pemerintah terhadap perusahaan yang berkantor pusat di Makassar ini.
Dari sisi pendapatan, pemda hanya mendapatkan pembagian pajak air permukaan yang dipungut oleh pemerintah provinsi dari PT Poso Energy, selain itu ada pajak tower SUTT serta pajak perusahaan.