POSO,Buletinsulawesi.com- Polemik mengenai patung A.C Kruyt dan N Adriani di pintu masuk kota Tentena sebenarnya bukanlah penolakan terhadap keberadaannya namun muncul karena banyak pihak yang merasa sumbangan kedua tokoh ini yang begitu besar sehingga tidak sepadan dengan kualitas kedua patung itu.
Ditengah ramainya kritik atas bentuk patung yang kurang bagus itu, masyarakat Poso, bukan hanya warga Kristiani kemudian ingin mencari tahu dan membaca kembali buku-buku sejarah atau berselancar di internet mengetik nama Kruit dan Adriani untuk mencari tahu siapa mereka dan apa sumbangannya bagi orang Poso dan dunia ilmu pengetahuan di Indonesia.
Sejarahwan Poso, Doktor Asyer Tandapai yang meneliti banyak dokumen-dokumen tentang A.C Kruyt maupun karya-karya tulisnya mengemukakan, sosok yang lahir di Mojowarno, Jawa Timur itu menjadi peletak dasar sistem pendidikan modern di Sulawesi Tengah bahkan sebelum pemerintah kolonial Belanda menjalankan politik etis di Indonesia akhir abad ke 19.
Masih menurut Asyer, dalam perjalanannya sebagai penginjil di wilayah Poso, Kruyt mendirikan banyak kampung yang kita kenal saat ini, seperti Kasiguncu, Tongko, Kuku dan Sangele. Pembentukan kampung itu dilakukannya untuk memudahkan pelaksanaan sekolah dan sekaligus mengajarkan pertanian sawah kepada warga.
Apakah hanya memukimkan dan memperkenalkan sistem pertanian modern kepada orang Poso? tidak tentu saja, Kruyt juga yang merintis jalan Poso-Tentena seperti yang kita lalui saat ini. Sebab sebelumnya jalur Poso-Tentena dilalui dengan menyusuri sungai dari Poso Pesisir hingga Sulewana.
Bukan hanya pendidikan dan mengajarkan pertanian, sumbangan besar Kruyt lainnya adalah dibidang antropologi dan Geologi. Dikatakan Asyer salah seorang Geolog utama Belanda,Verbeek penulis laporan tentang ledakan Krakatau pada tahun 1883 juga berkolaborasi dengan Kruyt dalam melakukan kegiatan penelitian bersama hingga ke wilayah Soroako hingga menemukan kekayaan berupa nikel diwilayah itu.
Warisan Kruyt berupa tulisan perjalanan dia sebagai etnolog hingga ke wilayah terpencil Sulawesi merupakan sumbangan terbesar untuk mengenal dan mempelajari alam Sulawesi Tengah. Terutama sejarah perkembangan masyarakatnya termasuk lembah Palu hingga bencana yang pernah terjadi sejak tahun 1800an.
Salah satu rekaman sejarah yang penting direkam oleh Kruyt adalah kedatangan Abdullah Raqie atau Dato Karama, penyebar Islam asal Minangkabau yang bisa kita baca dalam bukunya, De Bare’e-Sprekende Toradja’s Van Midden-Celebes yang terbit tahun 1912.
Bukunya yang terbit kemudian yakni, De West Toradjas Op Midden Celebes juga menuliskan nama Vonggi di kawasan pegunungan Marima, yakni sebuah kampung tua yang kemungkinan merupakan asal raja pertama lembah Palu yakni Pue Nggari. Catatan sejarah yang ditulis selama perjalanannya menyusuri Sulawesi itu menjadi salah satu referensi penting untuk mengungkap bukan saja sejarah kedatangan atau pemukiman awal, namun juga penamaan sebuah wilayah yang menjadi penanda bahwa dilokasi itu pernah ada sebuah peristiwa sejarah dan bencana alam.
Bagi Asyer perdebatan tentang tugu Kruyt itu seharusnya mengajak orang-orang yang memperdebatkannya, baik pro maupun kontra untuk mempelajari lagi buku-bukunya yang sangat berguna untuk mempelajari sejarah dan pengurangan resiko bencana.