POSO- Dalam 3 tahun terakhir sejak berlakunya undang-undang desa nomor 6 tahun 2014 sudah 10 orang pejabat desa di Poso yang terdiri dari 5 orang kepala desa dan 5 perangkat desa dimasukkan ke penjara oleh pengadilan karena terbukti melakukan korupsi dana desa. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ridwan Bempah, kepala bidang pemerintahan desa dinas PMD kabupaten Poso mengatakan ada persoalan sumberdaya manusia, masih banyak kelemahan pada para perangkat desa dalam membuat pertanggungjawaban keuangan.
Menurut Ridwan Bempah sebenarnya para kepala desa yang dipenjara itu sudah melaksanakan proyek yang didanai oleh dana desa. Bukti fisiknya bisa dilihat. Seperti dalam kasus korupsi mantan kepala desa Tangkura, Marianto Laganda, bukti berupa bangunan dan jalan bisa dilihat. Namun pembuktian dilaporan keuangan, baik Marianto Laganda maupun sekretaris desanya Rudi tidak bisa menunjukkannya secara wajar.
Karena persoalan kemampuan menyajikan laporan keuangan itu menjadi persoalan serius, Ridwan mengatakan, pihaknya terus menerus melakukan pembinaan kepada para kepala desa dan perangkatnya untuk menyiapkan laporan keuangan. Pembinaan yang dia maksud adalah memberi tips atau coaching saat perangkat desa atau kepala desa datang berurusan di kantor PMD. Sayangnya itu tidak dilakukan secara terencana kepada semua kepala desa dan perangkat desa yang ada di 142 desa di kabupaten Poso.
Selain soal SDM kades dan perangkat desa dalam melakukan pengelolaan keuangan. Persoalan lain yang kerap muncul adalah kurang harmonisnya hubungan pemerintah desa dengan Badan Perwakilan Desa atau BPD. Hubungan kedua lembaga di desa ini memang kerap diwarnai perseteruan. Sebagai contoh yang terjadi di desa Bega kecamatan Poso Pesisir. Sang kepala desa dilaporkan ke kejaksaan oleh warganya dengan dugaan korupsi dan tidak melibatkan BPD dalam penyusunan rencana pembangunan desa.
Kasus ini bahkan sampai ke kejaksaan tinggi. Namun dalam pemeriksaan, tidak ada bukti yang cukup melanjutkan perkara ini. Belakangan diketahui bahwa hubungan antara pemdes dan BPD tidak harmonis menjadi penyebab munculnya laporan itu. Kondisi yang sama juga terjadi di desa Pantangolemba kecamatan Poso Pesisir Selatan dan Olumokunde kecamatan Pamona Timur.
Ridwan berharap, para kepala desa bisa membangun hubungan yang harmonis dengan para pemimpin lain di desa seperti BPD, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta tokoh adat. Hubungan ini menjadi modal kuat untuk menyusun dokumen APBDes dan RPJMDes. Kedua dokumen ini merupakan syarat untuk menjalankan program di desa. Sebab rapat desa menjadi forum tertinggi untuk mengambil keputusan apa yang akan dibangun di desa.