Poso Kota, Buletin Sulawesi – Upaya pemerintah daerah kabupaten Poso mendapatkan anggaran pembangunan dari sumber Pendapatan Asli Daerah(PAD) untuk membiayai sejumlah program yang dianggarkan dalam APBD masih memerlukan upaya lebih keras. Pasalnya, berdasarkan realisasi capaian yang dilaporkan, pada tahun 2016 lalu, PAD yang dikumpulkan hanya terealisasi sekitar 66 persen dari target 104 miliar rupiah. Akibatnya, beberapa program tidak dapat terselesaikan, bahkan pemda harus menanggung hutang kepada pihak ketiga hingga miliaran rupiah.
[caption id="attachment_3547" align="alignleft" width="300"] Hidayat Bungasawa[/caption]Tidak tercapainya target ini merupakan yang kesekian kalinya terjadi, hingga menimbulkan pertanyaan, apa yang salah hingga target yang sudah ditetapkan tidak kunjung terealisasi. Ketua komisi I DPRD Poso, Hidayat Bungasawa mengatakan, salah satu sebabnya adalah minimnya kreatifitas para pemangku kebijakan dalam menggali potensi-potensi pendapatan. Parahnya lagi, target yang ditetapkan dinas dalam APBD dinilai tidak berdasarkan kondisi ril dilapangan.
“Banyak yang bekerja hanya standar saja, padahal sekarang ini dibutuhkan inovasi, kreatifitas untuk menggali dan mencari sumber-sumber pendapatan, kalau hanya bekerja seadanya jangan berpikir bisa mencapai target”kata politisi kawakan ini.
Salah satu kritik atas target pendapatan yang tidak rasional adalah menetapkan pendapatan dari sewa hand traktor yang diberikan kepada petani pada tahun 2014 lalu, padahal sulit menagihnya karena ratusan alat pertanian ini banyak yang sudah tidak beroperasi lagi.
Selain itu beberapa sumber pendapatan potensial justru tidak tertagih maksimal. Contohnya pendapatan Mes Pemda Poso di kota Palu. Saat masih dikelola pemda, menurut Hidayat, sependapatannya selalu lebih rendah dari biaya operasional yang diberikan.
“Sudah dicoba untuk dipihak ketigakan, tapi memang masih ada kendala teknisnya, ini harus terus diupayakan. Potensinya sangat besar jangan sampai tekor terus,”kata Hidayat. Menurutnya, kunci untuk mencapai target PAD salah satunya menempatkan pemimpin dinas yang kapabel. Memiliki keberanian melakukan inovasi dan berani melakukan terobosan.
“Kalau hanya kerja berdasarkan anggaran, hanya mengandalkan kebiasaan, jangan mimpi pendapatan kita bisa meningkat”kata Hidayat lagi.
Kritik atas kinerja para pejabat memang makin santer setelah hampir 10 bulan bekerja. Disektor pertanian misalnya, pemerintah belum terlihat serius mengembalikan produktifitas petani kakao yang sudah bertahun-tahun harus berhadapan dengan hama kanker buah yang memaksa sebagian petani kakao beralih menjadi buruh di perkebunan kelapa sawit, sebagian lagi harus menjadi pemecah batu.
Dibidang kesehatan, penyakit Schistosomiasi di lembah Napu juga belum tertangani, kasus bayi gizi kurang hingga kurangnya dokter yang bertugas di puskesmas masih menjadi problem serius. Laporan dinas kesehatan tahun 2016 menyebutkan setengah Puskesmas di kabupaten Poso belum memiliki dokter.
Selain itu pengelolaan dana desa yang seperti tanpa pengawasan kuat membuat banyak kades harus berurusan dengan penegak hukum. Hingga kini tercatat ada sekitar 8 laporan yang masuk ke Kejaksaan dan kepolisian terkait dugaan penyelewengan dana desa. Kalau ada kinerja pemda yang menuai pujian, itu adalah pembangunan infrastruktur jalan dalam kota yang saat ini tengah dikerjakan dengan anggaran 34 miliar.
[caption id="attachment_3546" align="alignright" width="251"] Iskandar Lamuka[/caption]Ketua komisi 2 DPRD Poso, Iskandar Lamuka mengatakan contoh buruknya kinerja yang membuat PAD tidak tercapai adalah dalam pengelolaan Hotel Wisata. Penginapan milik pemda ini diberikan biaya operasional ratusan juta dalam setahun. Dengan biaya operasional sebesar itu, dinas pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai pengelola hotel itu mematok target pendapatan sebesar 1,1 miliar. Namun realisasinya sungguh jauh dari kenyataan, hotel yang baru dibangun kembali dengan anggaran miliaran ini hanya menyetor pendapatan 60 juta rupiah.
Selain Hotel Wisata, asset potensial lain yang gagal mencapai target adalah Mess Pemda Poso di kota Palu. Dari target 750 juta rupiah, yang Terealisasi hanya 450 juta, masih jauh dari target. Padahal pengelolaannya sudah diserahkan ke pihak ketiga meskipun akhirnya diputus karena ada mekanisme hukum yang tidak sesuai dalam proses penetapan kerjasama itu.
Ditengah fakta kegagalan itu, ada juga kabar baik. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu misalnya mencapai 800 juta, begitu pula Dinas Pendapatan yang bisa meningkatkan pendapatannya dari 12 miliar menjadi 18 miliar.
Meski ada perbaikan ditahun ini, baik Iskandar maupun Hidayat tidak yakin target pendapatan khususnya PAD bisa terealisasi 100 persen. Pendapat ini tenth didasarkan pada pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya yang juga selalu tidak tercapai. Mengenai pengalaman kegagalan mencapai target yang terus terulang, Iskandar dan Hidayat punya pendapat yang sama, mereka menilai pemda menggunakan asumsi dan bukan potensi ril sebagai dasar menetapkan target pendapatan.