POSO,Buletinsulawesi.com-Umur Abdurrahman Balie sudah tidak muda. Dia lahir di desa Sayo tanggal 5 Agustus 1938, 80 tahun lalu. Namun semangatnya mempertahankan adat istiadat dan budaya Poso tidak melemah meski fisiknya semakin tua. Setiap hari ngkai (kakek-bahasa Pamona) Balie memanggilnya masih sering berkeliling kota Poso menggunakan ojek untuk menjual kamus bahasa Pamona-Indonesia yang ditulisnya.
Ngkai Balie menulis 340 halaman kamus bahasa Pamona-Indonesia selama 3 tahun. Bermodalkan sebuah buku catatan besar, dia menuliskan setiap kata dengan rapi dipondoknya yang belum dialiri listrik. Saat ini dia tinggal di sebuah pondok kecil beratap rumbia di kelurahan Tegal Rejo, Poso Kota Utara.
Menulis kamus ini supaya orang Poso masih bisa mengklaim dirinya sebagai orang Poso. Kalau orang sudah tidak fasih lagi berbahasa ibunya sulit dia disebut sebagai orang bersuku itu, demikian alasan Ngkai Balie mengapa harus menyusunnya.
Bahasa Pamona saat ini menghadapi tantangan serius ditengah berbagai bahasa yang makin beragam digunakan oleh masyarakat, khususnya generasi muda. Menurut ngkay Balie ada beberapa kata dalam bahasa Pamona yang sulit dicari padanannya pada bahasa Indonesia. Persoalan seperti ini menurut dia menjadi salah satu tantangan serius yang harus dipikirkan para kaum terpelajar Poso.
Kamus Pamona-Indonesia adalah karya kedua Balie, sebelumnya dia telah menulis sebuah buku kumpulan derita rakyat Poso dalam bahasa Pamona. Meski belum ada yang membiayai penerbitannya, buku yang berisi 12 cerita dari 4 suku besar di kabupaten Poso kemudian di fotocopy di kertas bekas, lalu disampulnya. Buku itu kemudian disumbangkannya ke Perpustakaan daerah.
Meski kamus ini sudah dicetak oleh pemda Poso lewat bagian humas, namun sebagai penulisnya tidak jelas apakah Abdurrahman Balie memiliki hak royalti. Kami mewancarainya sepulang dari menjual kamus itu ke orang-orang yang dikenalnya. Balie mengatakan dirinya diberi 20 eksemplar kamus karyanya itu. Dia tidak mengetahui berapa persis jumlah kamus itu dicetak.
Dua karyanya, Kamus bahasa Pamona-Indonesia dan kumpulan ceritera rakyat Poso yang kadang ditulisnya dengan penerangan cahaya lilin itu bertujuan sama. Mengajak generasi muda mengenal siapa dirinya dan bangga menjadi orang Poso.
Kami bertanya,sebagai penulis 2 buku penting itu ngkai Balie berharap mendapatkan penghasilan. Itu pasti katanya, namun bukan yang utama.
“Diberi sedikit saya terima, diberi banyak saya terima, tidak diberikan juga saya terima. Yang penting generasi muda kita tahu dan bangga dengan bahasanya dan tidak malu-malu pakai bahasa ibu”demikian ngkai Balie menjawab. Sebab menulis adalah sumbangan yang paling bisa dilakukannya untuk tanah yang dia cintai ini.